Need help for Individual or Corporate TAX ? Please contact 0815-8222454, LENA

Saturday, July 28, 2012

Kenapa Overseas Graduates Lebih Diutamakan?

Requirement: Fresh Graduates or bachelor degree from reputable university (preferably from overseas university)
Sering saya menemukan lowongan pekerjaan yang bersifat mengutamakan lulusan luar negeri padahal yang mengiklankan ialah perusahaan ataupun bank lokal yang kita semua yakin 90% klien/customer/nasabah dan karyawannya adalah WNI, artinya penggunaan bahasa inggris yang sampai tingkat fluent tidak begitu diperlukan tapi cukup dengan paham istilah-istilah bahasa inggris yg related dengan produk dari company yang dimaksud. Banyak spekulasi muncul dari kalangan mahasiswa lokal  yang excellent in english dan berasal dari universitas terkemuka dari negaranya sendiri tapi dihadapkan dengan fakta kompetisi yang seperti ini.  Salah satu pendapat yang muncul cukup membuat saya tertawa ialah ini, "Yang bener aja gw susah-susah kuliah di kampus paling reputable di negara gw tapi malah direject gara2 HRD lebih ngelirik bocah sebelah gw yang lulusan kampus amrik yang gedungnya di pinggir jalan dan reputasinya belon tentu ada sepuluh persennya dari kampus kita".
Saya hanya bisa menyarankan dia untuk bersabar, "Ya itulah seni nya mencari kerja,bro..daripada lo marah2 mending baca blog gw biar dapet hidayah..", eiaa sekalian promosi.

Iseng-iseng sayapun menanyakan hal ini kepada kakak saya (yang ternyata kantornya juga lebih mengutamakan lulusan luar negeri untuk karyawan baru). Penjelasan dari si kakak cukup mengejutkan saya, kira-kira penjelasan singkatnya demikian: Hal utama yang dicari dari lulusan luar negeri bukanlah kefasihan bahasa inggrisnya tetapi sikap berani dalam mengeluarkan pendapat dan cara berpikir mereka yang 'think out from the box' yang mereka dapatkan dari metode pengajaran dan budaya yang dimiliki oleh orang asing. Orang Indonesia cenderung menerapkan budaya 'sungkan/malu/segan' atau menahan pendapat di muka umum padahal mereka memiliki ide yang baik. Contoh sederhana, selama saya kuliah masih sering mahasiswa di akhir kuliah jika dosennya menawarkan untuk ditanya ataupun meminta pendapat, mahasiswa justru nunduk pura-pura baca buku atau nyatet sampai ada temannya yang berani mengangkat tangan. Saya berat untuk mengatakan bahwa orang kita lebih enggan untuk mengeluarkan stamement kepada orang lain yang dianggap superior (contoh: kepada dosen, orang-tua, narasumber seminar, dsb) tetapi dikhawatirkan budaya seperti itu justru membatasi pola pikir kita yang sebetulnya memiliki potensi untuk dikembangkan sehingga mampu menciptakan ide yang 'out from the box'. Oke, kembali ke kakak saya, dia cerita bahwa staff junior lulusan luar negeri di kantornya lebih berani memberikan ide ataupun keluhan kepada big-bos di kantornya secara langsung. Berbeda dengan staf junior lulusan lokal yang sering meminta bantuan staff senior yang sudah sering berkomunikasi dengan pak bos untuk untuk menyampaikan pendapatnya padahal si bos hired itu anak buat minta masukan. Wow, oke ini fakta yang enggak enak didenger sih! Bagaimanapun kalau kata dosen mata kuliah metodologi penelitian budaya di kampus saya, "Meskipun kebudayaan diwariskan dari generasi ke generasi tetapi tidak ada kebudayaan yang tidak berubah karena budaya diselami dengan proses belajar. Nah, artinya bisa dong kita mengkonstruksikan budaya 'sungkan' ke budaya yang talkative disertai pola pikir kreatif! Ini sekedar share saja tanpa bermaksud mewesternisasi atau sejenisnya, toh hal ini untuk menciptakan putera-puteri bangsa yang kompeten di lapangan, bukan?

Malam itu saya jadi berpikir, apa iya ya saya kuliah ke luar negeri aja dulu baru ntar balik lagi ke sini buat cari rupiah, hitung-hitung buat balik modal. Semoga menemukan kesempatan yang gretongan, hehe (tetep ye, anak kampus banget).

No comments:

Post a Comment